Seminar Nasional Menghidupkan Kearifan dalam Pembelajaran PAI: Memperkuat Nilai-nilai Positif bagi Generasi Muda
Jember, 23 Juni 2022 - Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) FTIK UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember menyelenggarakan Seminar Nasional yang mengangkat tema "Menghidupkan Nilai Kearifan dalam Pembelajaran PAI". Acara ini dilaksanakan secara luring di ruang rapat FTIK lantai 2 dan daring melalui Zoom Meeting pada hari Jum'at, 23 Juni 2022, pukul 12.00 hingga 16.00.
Seminar ini menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya, yaitu Dr. Muqowim, M.Ag, seorang Dosen FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga merupakan seorang trainer Living Values Education (LVE). Dalam presentasinya, beliau menekankan pentingnya menghidupkan nilai-nilai kearifan dalam pembelajaran PAI.
Rangkaian kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh Wakil Dekan 1, Dr. H. Mashudi, M.Pd.I, yang menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar ini. Selanjutnya, Koordinator Prodi PAI, Ibu Dr. H. Fatiyaturrahmah, M.Ag, memberikan sambutan dan mengungkapkan harapannya agar peserta seminar dapat mengambil manfaat dari materi yang akan disampaikan.
Dalam materinya, narasumber mengungkapkan bahwa kearifan adalah pengetahuan yang mendalam dan diaplikasikan. Beliau menegaskan bahwa pendidikan agama Islam membutuhkan pendekatan yang ramah dan penuh rahmat, bukan pendekatan yang marah. Seperti halnya air yang merespon tindakan manusia, manusia juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.
Beberapa poin materi yang disampaikan dalam kuliah umum ini adalah:
- Kesadaran akan kesenjangan antara yang normatif dengan yang historis, teks dengan konteks, dan antara "das Sein dan das Sollen" (keadaan yang ada dan keadaan yang seharusnya) dalam bidang pendidikan.
- Pentingnya pembelajaran PAI untuk membiasakan peserta didik dengan nilai-nilai positif, sehingga mereka dapat menjadi agen rahmatan lil-'alamin. Namun, pada kenyataannya, pembelajaran PAI masih terbatas pada aspek normatif-tekstual, belum sepenuhnya mengarah pada proses menghidupkan nilai-nilai ideal tersebut.
- Dalam era Revolusi Industri 4.0, banyak gejala yang menunjukkan proses dehumanisasi, seperti fear of missing out, narcissistic personality syndrome, voyeurism, dan muncheon syndrome. Kemudahan dan kecepatan dalam teknologi seringkali memanjakan kita, yang pada akhirnya dapat mengarah pada hilangnya rasa kemanusiaan.
- Proses pendidikan seharusnya melibatkan kemampuan peserta didik dalam melihat setiap persoalan dan tantangan secara filosofis-substansial. Sayangnya, pendidikan saat ini lebih fokus pada aspek hilir daripada hulu, sehingga peserta didik cenderung melihat dari sisi eksternal semata. Hal ini berpotensi menimbulkan banyak ketegangan dan dilema dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, kemampuan mencari titik temu dan benang merah dari ketegangan dan dilema tersebut sangatlah penting.
- Dalam menghadapi berbagai situasi, kemampuan untuk melihat dari berbagai sudut pandang sangatlah penting. Dalam hal ini, bersikap arif dan bijaksana sangat diperlukan untuk menghadapi setiap persoalan dan tantangan dengan menciptakan alternatif pemecahan yang solutif, konstruktif, dan kontributif.
Diskusi dan tanya jawab menjadi momen yang dimeriahkan oleh kehadiran empat penanya yang aktif mengajukan pertanyaan menarik kepada narasumber. Setelah sesi diskusi, dilakukan penyerahan cindera mata kepada narasumber sebagai tanda penghargaan atas kontribusinya dalam acara tersebut.
Seminar Nasional "Menghidupkan Nilai Kearifan dalam Pembelajaran PAI" ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dan inspirasi bagi para peserta, terutama mahasiswa calon Guru PAI dalam memperkuat nilai-nilai positif dalam pembelajaran PAI. Dengan menghidupkan nilai kearifan, generasi muda diharapkan dapat menjadi pribadi yang bijaksana, berempati, dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. (Tim Web)