Subhan ; Dari Pulau Raas Menjadi Dosen di Pulau Dewata
Subhan M.Pd, di lahirkan di Pulau Raas Kabupaten Sumenep pada tanggal 12 Desember 1993, ia merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Abdurrahman dan Ibu Aisyah. Masa kecil hingga remaja dia habiskan di Pulau Raas, karena itulah semua pendidikannya ia enyam ditanah kelahirannya. Pendidikan sekolah dasarnya dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Karangnangka III (lulus tahun 2006), pendidikan tingkat pertama di Madrasah Tsnawiyah (MTs) Kasyfudduja-Brakas, lulus tahun 2009, kemudian di lanjutkan ke Madrasah Aliyah (MA) Sirajul Akhyar-Alasmalang, lulus pada tahun 2011.
Merasa puas dengan menghabiskan masa belajar di Pulau Raas, namun ia tidak merasa puas dengan keinginan belajar dan mencari ilmu, baginya hidup adalah tentang belajar, jika kita berhenti, maka kita telah mati. Selain itu ia ingat pesan Imam Syafiei : Barangsiapa tidak mau merasakan pahitnya belajar, ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya. Maka dari itu, untuk mengobati rasa tidak puasnya belajar dan mencari ilmu, ia dengan berbekal Bonek (bondo nekat) akhirnya pada tahun 2011 melanjutkan jenjang sarjana S1 di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Jember.
Pada waktu kuliah, berbagai orgnisasi ia coba ikuti, mulai organisasi intra kampus dan ekstra kampus. Di organisasi intra ia aktif di kepengurusan Himpunan Mahaiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (HIMAPRODI PAI), menjabat sebagai ketua bidang Litbang (penelitian dan pengembangan), aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ )Tarbiyah menjabat sebagai ketua bidang bakat dan minat. Sedangkan di organisasi ekstra kampus dia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon tarbiyah dan menjabat sebagai sekretaris bidang keseninan.
Setelah malang melintang di dunia akademik dan organisasi, subhan lulus dari sarjana S1 IAIN Jember pada tahun 2015. Ia berhasil mempertahankan skripsinya dengan judul Urgensi Pendidikan Moral Di Lingkungan Keluarga Studi Pemikiran Harun Nasution didepan dewan penguji. Walaupun titel sarjana pendidikan sudah diraih, tidak membuat hasrat belajar dan mencari ilmunya pudar, dengan semangat “Botak” (bondo taqwa dan tawakkal) ia melanjutkan pendidikan sarjana S2- nya di Kampus yang sama yakni IAIN Jember, lulus pada tahun 2018.
Setelah lulus dari IAIN Jember, suami dari Nur Azizah ini, kemudiaan diangkat menjadi dosen di Pulau Dewata (Bali) yakni di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Denpasar, sembari menjadi dosen ia juga aktif organisasi Nahdlatul Ulama, menjabat sekretaris Lajnah Ta’lif Wan Nasyr Nahdatul Ulama (LTN-NU) di Bali.
Menjadi dosen dan pengurus NU di Pulau Dewata Bali tentunya tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan, banyak tantangan dan rintangan, diantaranya ; karena Islam agama minoritas di Bali maka dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keislaman harus mempertimbangakan lingkungan sekitar yang mayoritas beragama Hindu. Selain itu Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dari berbagai manca Negara. Tentunya kedatangan mereka membawa model dan budaya yang bertentangan dengan budaya Indonesia, seperti hedonisme (pesta minuman keras, dugem, pergaulan bebas dan lainnya) tentu hal ini butuh adaftasi sikap dan filterisasi budaya.
Buah kesuksesan yang dipetik subhan hari ini tentunya hasil dari benih yang ditanam bertahun lamanya, menurutnya tidak ada kesuksesan datang secara gratis, sukses hanya diraih melalui gigih dalam belajar, kerja keras, dan doa yang ihlas, bukan hanya dengan lamunan. Tidak ada perjalanan hidup yang tidak penuh dengan cobaan, bersabarlah. Tidak penting dari mana kita berasal, yang terpenting adalah kemana anda melangkah, untuk meraih sukses dalam hidup ini, pungkasnya.(Hatta)