Menanggapi Bullying dan Pesan untuk Calon Mahasiswa Magang II
Menanggapi Bullying dan Pesan untuk Calon Mahasiswa Magang II
Bullying masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan bersama. Bullying ini menjadi masalah serius karena bisa berdampak pada psikologis korban. Hal itu seperti yang diungkapkan oleh Jane Cindy Linardi, M. Psi. yang termuat dalam website theasianparent.com. Menurutnya, korban bullying harus ditangani khusus karena efeknya bisa jangka panjang. Ironisnya, bullying ini mengemparkan pemberitaan akhir-akhir ini karena terjadi di lingkungan sekolah kita.
Belum usai penyelidikan kepolisian terhadap kematian siswi SMP N 6 Tasikmalaya yang ditemukan meninggal di gorong-gorong dan disinyalir sering kena buly, kini kejadian serupa terjadi lagi. Hanya saja, korban tidak sampai meninggal dunia. Di Malang, kota penyandang predikat kota layak anak, tepatnya di SMPN 16 Malang juga terjadi kasus bullying. Kasus ini menimpa seorang siswa dan viral di media sosial. Selanjutnya, di Purworejo kejadian serupa terjadi dan menimpa seorang siswi yang akhirnya berujung kepihak yang berwajib.
Hal ini merupakan bukti adanya krisis empati dan serasa senasib sepenanggungan antarsiswa. Memang, tidak bisa digeneralisasi bahwa krisis ini menjalar ke semua lembaga pendidikan. Hanya saja, kasus-kasus kriminal tersebut memperkuat pemikiran bahwa kecerdasan tak lebih penting dari adab. Bentuk bullying atau perundungan jelas bukan sikap yang beradab. Bullying, baik verbal maupun fisik tidak hanya sekadar melanggar etika, namun juga sudah masuk ke ranah kriminal.
Ketika perbuatan kriminal ini terjadi pada anak yang belum cukup umur, lantas siapa yang bertanggung jawab? Ketika yang bersangkutan harus menanggung akibatnya sendiri, dengan sangkaan melanggar UU perlindungan anak, tentu ini menjadi pertanyaan besar. Bagaimana tidak? Kejadian bullying di sekolah merupakan akumulasi kesalahan bersama.
Dari sisi pelaku, perlu pendalaman khusus kenapa ia melakukannya. Dendam, mencari keuntungan, merasa superior, gangguan kejiwaan, atau justru bentuk pelampiasan masalah di keluarga bisa menjadi pemicu tindak bullying itu. Pengawasan dan pencontohan agar berbuat baik dari orang tua berperan penting membentuk pribadi yang baik dari lingkungan keluarga. Orang tua seyogyanya jangan hanya mempercayakan pendidikan anak kepada pihak sekolah atau pendidikan lainnya. Orang tua harus membangun kembali hubungan yang erat agar nilai yang ditanamkan bisa masuk ke hati anak.
Di pihak lain, di lingkungan sekolah, pendidik seyogyanya mengevaluasi kembali kinerjanya. Kinerja di sini bukan terkait hal-hal yang bisa diportofoliokan, namun lebih kepada bagaimana memperlakukan siswa dengan baik. Fajar Ahwa, Kaprodi PAI IAIN Jember menekankan pentingnya berbicara dari hati antara guru dengan murid. Bahkan, menurutnya yang dilakukan oleh guru jangan hanya berkutat pada teori-teori semata. Caranya itu bisa ditempuh dengan meminta kepada Allah dan bersholawat kepada Rosulullah. Hal itu akan membantu proses pendekatan terhadap anak. Untuk itulah, selaku Kaprodi PAI beliau mengimbau kepada seluruh mahasiswa yang akan magang II atau PPL II untuk menerapkan pendekatan dari hati ke hati tersebut. (s)